HAK CIPTA MUSIK SEBAGAI MAHAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
diwariskan, maupun dijadikan objek perjanjian, termasuk dalam pernikahan.
Penelitian ini merupakan studi normatif dengan pendekatan melalui perundang-undangan. Data diperoleh melalui studi pustaka dari sumber primer berupa undang-undang, kitab-kitab fikih, dan fatwa, serta sumber sekunder berupa jurnal, buku, dan skripsi terdahulu. Data dianalisis secara kualitatif menggunakan metode deskriptif-analitis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perspektif hukum Islam, royalti hak cipta musik dapat dijadikan mahar apabila memenuhi syarat sebagai harta bernilai dan dapat dimanfaatkan secara syar‘i. Mazhab Syafi’i dan Hanbali membolehkan mahar dalam bentuk royalti hak cipta musik, sedangkan Mazhab Hanafi mutaqaddimin tidak boleh memberikan mahar dalam bentuk royalti hak cipta musik karena menurut mereka mahar harus berupa barang atau manfaat dari barang, sedangkan Mazhab Hanafi mutaakhirin membolehkannya mahar dalam bentuk manfaat, termasuk royalti hak cipta musik. Mazhab Maliki melarang secara mutlak memberikan mahar dalam bentuk manfaat, termasuk royalti hak cipta musik. Adapun dalam perspektif hukum positif tidak mengatur batasan mengenai bentuk dan jenis mahar. sah atau tidaknya mahar ditentukan oleh agama dan kepercayaan masing-masing, sehingga hak cipta musik dapat diakui sebagai mahar dalam perkawinan selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan agama yang dianut oleh individu yang akan menikah.
055/PMH/2025 | 055/PMH/2025 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
Fakultas Syariah dan Hukum :
UIN Jakarta.,
2025
Deskripsi Fisik
xii,80hal ; 28 cm
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain