HAK ISTRI PASCA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA
PERSPEKTIF FEMINIST JUDGING DAN MAQÂSID ALSYARI‘
AH JASSER AUDA
SALMAN AL FARISI. 21210435000016. Hak Istri Pasca Cerai
Gugat di Pengadilan Agama Perspektif Feminist Judging dan Maqâsid al-
Syari‘ah Jasser Auda. Program Studi Magister Hukum Keluarga. Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1446
H/2025 M.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pertimbangan yang
digunakan hakim dalam mempertimbangkan hak istri pasca cerai gugat berupa
nafkah ‘iddah dan mut’ah di Pengadilan Agama pada tahun 2023. Serta
menelitinya dari perspektif feminist judging dan maqâsid al-syari‘ah Jasser
Auda. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena minimnya penelitian yang
menggunakan perspektif feminist judging dan maqâsid al-syari‘ah Jasser Auda
khususnya dalam perkara cerai gugat.
Penelitian normatif merupakan jenis penelitian yang digunakan,
dengan menggunakan metode campuran, metode kauntitatif digunakan untuk
melihat fenomena dan kualitatif digunakan untuk melihat alasannya, dengan
pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum primer yang digunakan
adalah 58 putusan cerai gugat Pengadilan Agama yang ada di Indonesia di
tahun 2023. Adapun bahan hukum sekunder berupa literaur-literatur yang
berkaitan dengan tema yang diteliti. Teknik analisis yang digunakan adalah
deskriptif.
Temuan menunjukkan adanya penggunaan pengalaman perempuan
dalam pertimbangan hakim, seperti pertimbangan menjalani masa ‘iddah,
pertimbangan lamanya masa pernikahan dan pertimbangan pelipur lara. Selain
itu pengaruh hadirnya hakim perempuan terlihat dalam isu-isu yang berkaitan
dengan cerai gugat, diantaranya: perceraian karena Kekerasan Dalam Rumah
Tangga dan perceraian karena perselingkuhan. Selain itu, dari perspektif
maqâsid al-syari‘ah Jasser Auda hakim dalam pertimbangannya sudah
memiliki pemahaman mendasar (cognitive nature of systems) mengenai hak
istri pasca cerai gugat, hakim memiliki keterbukaan (openness) dengan cara
menggunakan hak ex-officionya. Hakim juga melakukan pertimbangan secara
multidimensi (multidimensionality), dan kebermaksudan (purposefulness),
baik secara implisit maupun eksplisit. Namun hakim belum melakukan
pertimbangan secara utuh (wholeness), baik dalam pertimbangan yuridis
maupun pertimbangan sosiologis.
030/HK/2025 | 030/HK/2025 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
Fakultas Syariah dan Hukum :
UIN Jakarta.,
2025
Deskripsi Fisik
xix, 157 HAL; 28 CM
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain