PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG POLITIK UANG (Kajian Atas Keputusan Fatwa Musyawarah Nasional VI MUI No. 4/MUNAS VI/MUI/2000)
Politik uang dalam Islam disebut risywah, yang dalam praktiknya berupa pemberian harta benda, suap atau korupsi untuk berkomitmen pada sebuah janji, ataupun cara-cara lain yang bertujuan mempengaruhi pilihan dalam sebuah pesta demokrasi, baik pemilihan presiden, kepala daerah, dan legislatif. Selain itu praktiknya juga dapat diberikan kepada hakim untuk memenangkan putusan atau pemberian hadiah maupun sedekah yang diberikan kepada pejabat atau penguasa. Terdapat dua pandangan para ulama tentang politik uang dan praktik politik uang. Pertama: Mengatakan haram dalam kondisi apapun. Kedua: Boleh jika memang dalam keadaan darurat. Hukum bagi pemberi adakah halal dan penerima tetap haram.
Sedangkan pandangan dan ijtihad MUI Pusat hukum kesemuanya adalah haram baik pemberi maupun penerima. Berbeda dengan pemberian hadiah bagi yang pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan karena tidak ada urusan apa-apa maka pemberian seperti itu hukumnya halal. Namun jika pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan, baik sebelum maupun sesudah pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk sesuatu yang batil, maka halal bagi pemberi memberikan hadiah, tetapi bagi pejabat haram menerimanya. Adapun Fatwa MUI DKI memberikan fatwa yang sama seperti para Ulama sebelumnya.
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif (syar‟i). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Keputusan Fatwa Musyawarah Nasional VI MUI No. 4/Munas VI/MUI/2000 serta mengacu pada ulama fiqih 4 (empat) madzhab dan Teknik penulisan dalam skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.
16/PMH/2022 | 16/PMH/2022 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
FAK Syariah dan Hukum UIN Jakarta :
UIN Jakarta.,
2022
Deskripsi Fisik
viii, 70 Hal
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain