KEABSAHAN AYAH ANGKAT SEBAGAI WALI NIKAH
MENURUT HUKUM ISLAM
Salah satu syarat sah dari pernikahan ialah adanya wali nikah dalam pelaksanaan tersebut. Wali nikah sendiri bisa dipahami sebagai yang bertanggung jawab atas hidup calon mempelai wanita. Wali nikah sendiri mengandung pengertian orang yang menurut hukum (agama, adat) diserahi kewajiban untuk mengurus anak yatim serta hartanya sebelum ia dewasa dan pihak yang mewakilkan pengantin perempuan pada waktu menikah (yaitu melakukan janji menikah dengan pengantin pria). Penelitian ini untuk mengetahui wali nikah ayah angkat dalam Putusan Pengadillan Agama Jakart Timur Nomor 1097/Pdt.G/2020/PAJT. karena dalam Putusan tersebut sangat bertentangan dengan Hukum Islam, dalam Putusan tersebut, Hakim menggabulkan Permbohonan para Penggugat untuk yang menggajukan Permohonan pembatalan perkawinan.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang menjadi rumusan masalah, yakni untuk mengetahui bagaimana analisis upaya hukum ayah angkat sebagai wali nikah bagi anak perempuan angkatnya dari perkara permohonan pembatalan perkawinan dan mengatahui pertimbangan hakim perkara Nomor 1097.Pdt.G/2020/PAJT tentang permohonan pembatalan perkawinan. Jenis Penelitian ini adalah Penelitian Kualitatif dengan melakukan Analisis terhadap buku-buku dan kitab-kitab Fikih yang berkaitan dengan judul Skripsi ini. jenis data yang diteliti ada dua macam yaitu data Primer dan data Sekunder. Data Primer berupa Putusan Nomor 9/Pdt.P/2022/PA.Pbg dan data Sekunder diambil dari Kitab Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh karya Wahbah Az-Zuhaili.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan Hakim menimbang bahwa wali nikah yang diwakilkan oleh ayah angkat tidak memnuhi syarat untuk melakukan perkawinan, dan apabila pernikahan tersebut sudah terjadi maka perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan kekuatan di mata hukum, dan akta nikah pun akhirnya tidak berlaku kekuatan hukumnya, oleh sebab itu harus dilakukan pembatalan perkawinan. Majelis Hakim berpendapat tidak perlu membuktikannya lagi, oleh karena pengakuan merupakan bukti yang mengikat dan sempurna sebagaimana yang dimaksud Pasal 174 HIR, Tergugat terikat dengan pengakuannya tersebut dan terhadap fakta yang telah diakui tersebut dinyatakan telah terbukti kebenarannya.
17/PMH/2023 | 17/PMH/2023 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
FAK Syariah dan Hukum UIN Jakarta :
UIN Jakarta.,
2023
Deskripsi Fisik
xiii, 82 Hal
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain