PEMAKSAAN PERKAWINAN TERHADAP
KORBAN KEKERASAN SEKSUAL
(Studi Kasus Nomor 5/Pid.Pra/2022/PN.Bgr)
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah adanya praktik pemaksaan perkawinan dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual khususnya dalam kasus perkosaan. Perkawinan tersebut dianggap sebagai upaya restorative justice sehingga kasus tersebut dihentikan, tanpa adanya tanggungjawab dari pelaku kepada korban. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang mengkategorikan pemaksaan perkawinan terhadap korban kekerasan seksual ini sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual, sehingga bertentangan dengan hak asasi manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana yang dapat dikenakan pada pelaku kekerasan seksual khususnya pada kasus perkosaan serta pemaksaan perkawinan. Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian normatif, sementara pendekatan penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif berupa studi pustaka dan studi kasus yakni penelitian dengan mempelajari literatur dan kasus yang relevan dengan penelitian tersebut.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengabaian atas kepentingan korban kekerasan seksual (perkosaan) serta adanya intervensi aparat penegak hukum dalam penyelesaian kasus tersebut, sehingga hal ini mempersulit korban dalam mengakses keadilan. Adanya perkawinan paksa jelas dijadikan sebagai impunitas bagi pelaku, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan kerugian pada korban. Hal tersebut juga memiliki kontradiksi dengan aturan yang tercantum pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 menyebutkan bahwa tidak ada penyelesaian perkara diluar peradilan terhadap kasus kekerasan seksual.
220/IH/2024 | 220/IH/2024 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
FAK Syariah dan Hukum UIN Jakarta :
UIN Jakarta.,
2024
Deskripsi Fisik
vii, 71 Hal
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain