Tinjauan Maqasid Syariah Tentang Wali Hakim Menurut Ulama Empat Mazhab Fikih
Skripsi ini membahas tentang keabsahan wali tahkim menurut ulama empat mazhab dari konteks maqasid syariah. Pemahaman mengenai wali tahkim kerap disalah gunakan bagi segelentir orang, hal tersebut terungkap di beberapa Pengadilan Agama dalam kasus pengajuan ishbat nikah. Tidak hanya itu, bahkan beberapa peneliti sebelumnya mengungkapkan bahwa wali tahkim boleh hukumnya sehingga hal demikian dianggap tasahul tanpa didasari pengkajian tentang asas-asas yang ada didalamnya, hal tersebut akan menjadi permasalahan khususnya bagi orang awam yang membacanya. Disini penulis mencoba meluruskan pemahaman tentang wali tahkim menurut ulama mazhab dalam tinjuan analisis maqasid syariah.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian normatif empiris berupa kepustakaan (Library Research) yaitu berkaitan dengan pokok permasalahan dengan sumber data primer yaitu KHI dan UU Perkawinan serta dari kitab-kitab klasik. Sedangkan tujuan penelitian ini ialah untuk untuk menganalisa Tinjauan maqasid syariah tentang keabsahan Wali Tahkim dalam pandangan Ulama empat Mazhab fikih.
Adapun dari hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa wali tahkim mempunyai perbedaan pendapat menurut ulama mazhab. Pendapat Syafi’iyah dan hanabilah mengatakan mengharamkan wali tahkim, Sedangkan pendapat Malikiyah mengatakan bahwa jika ada seorang perempuan tidak memiliki wali nasab, dan tidak ada hakim yang berwenang di tempat di mana ia tinggal, maka yang menjadi wali adalah seorang muslim biasa, karena Jika salah seorang muslim sudah menggunakan hak perwalian tersebut, maka gugurlah hak orang muslim lainnya. Hal ini karena perwalian umum itu adalah fardhu kifayah, namun ada beberapa syarat untuk menjadi wali. Berbeda dengan Hanafiyah yang mengatakan bahwa perempuan yang merdeka dan sudah mukkalaf boleh menikahkan dirinya sendiri tanpa wali, karena pernikahan disamakan dengan muamalah, setiap orang yang diperbolehkan untuk membelanjakan hartanya yang ada dalam kekuasaannya, maka ia pun boleh untuk menikahkan dirinya sendiri. Sedangkan keabsahan wali tahkim apabila ditinjau dari sudut Maqasid Syariah, maka tidak ada satupun ‘ilat yang cocok kedalam daruriyat khams, dan apabila ditinjau lagi dari kemaslahatan dan kemadaratannya maka lebih banyak kemadaratannya. Penerapan wali tahkim di Indonesia tidaklah tepat, Hal itu karena Indonesia bukanlah wilayah yang tak memiliki pemerintahan, tempat sekecil dan sepelosok apapun pasti terdapat pemerintahan, apalagi Indonesia mayoritas Muslim.
26/PMH/2024 | 26/PMH/204 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
Fakultas Syariah UIN Jakarta :
Jakarta.,
2024
Deskripsi Fisik
viii, 76 hal, 29cm
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain