Nafkah Iddah Pada Cerai Talak Isteri Yang Nusyuz (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Nomor 585/PDT.G/2017/PA.JB)
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui alasan yang digunakan hakim
dalam memutus perkara nomor 585/Pdt.G/2017/PA.JB kasus cerai talak yang
menetapkan nafkah iddah bagi isteri yang melakukan nusyuz dan bertujuan untuk
mengetahui apa yang menjadi dasar hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
Serta untuk mengetahui status nafkah iddah bagi isteri yang nusyuz dari sudut
pandang Agama Islam dan dari sudut pandang hukum positif yang berlaku di
Indonesia serta dari sudut keadilan gender.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang bertujuan
untuk menemukan sebuah pemahaman dalam bentuk deskriptif. Pendekatan yang
digunakan pendekatan normatif. Sumber data primer yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat.
Sedangkan untuk data skunder menggunakan putusan Pengadilan Agama Jakarta
Barat Nomor 585/Pdt.G/2017/PA.JB, peraturan perundang-undangan dan bukubuku
yang terkait. Teknis penulisan yang digunakan berdasarkan buku “Pedoman
Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.
Berdasarkan dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa tidak
setiap perkara cerai talak akibat isteri yang nusyuz gugur hak nafkah iddahnya.
Majelis Hakim berpendapat bahwa apabila isteri melakukan nusyuz akibat sikap
suami maka hakim boleh menetapkan nafkah iddah bagi isteri ataupun apabila
ternyata suami menyatakan bersedia dan rela untuk memberikan nafkah iddah
maka hakim boleh menetapkan nafkah iddah bagi isteri yang nusyuz. Hakim pun
berpendpat bahwa pasal yang tertuang didalam KHI pasal 149 huruf (b) dan pasal
152 bukan pasal yang tetap akan tetapi dapat berubah sesuai keadaan yang terjadi
karna hakim pun memiliki sifat bebas berpendapat jikalau hakim melihat ada yang
lebih mashlahat. Lalu jika dilihat dari alasan-alasan yang digunakan hakim dalam
menetapkan nafkah iddah pada isteri yang nusyuz, hakim berpegangan kepada
teori keadilan gender. Di mana hakim lebih mengedepankan keadilan bagi mantan
isteri dengan menilai bahwa isteri takan melakukan nusyuz tanpa ada sebab dan
melihat betapa berat kehidupan bagi mantan isteri setelah perceraian. Dengan
demikian hakim telah merubah keadilan formal menjadi keadilan yang subtantif.
Yaitu, merubah keadilan yang sesuai dengan bunyi ketentuan hukum yang tertulis
kepada keadilan yang secara nyata berlaku dan dapat dinikmati
54/HK/2018 | 54/HK/2018 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
Fakultas Syariah UIN Jakarta :
Jakarta.,
2018
Deskripsi Fisik
ix, 77 hal, 29cm
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain