Konsep Kafa'Ah Dikalangan Keluarga Alawiyyin (Studi Kasus Di Kelurahaan Makasar Kecamatan Makasar Jakarta Timur)
Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif. Kriteria yang di dapatkan berupa data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan metode observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka, yang semua menjawab permasalahan penelitian tentang konsep kafa'ah di kalangan keluarga Alawiyyin yang mana terjadi pernikahan pada wanita Alawiyyin dengan Non Sayyid di Kelurahan Makasar Kecamatan Makasar Jakarta Timur.
Hasil peneletian menunjukan bahwa Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan analisis penulis dapat diambil kesimpulan sebagai makna konsep maupun makna kufu dikalangan masyakat keturanan Alawiyyin di Kelurahan Makasar Kecamatan Makasar Jakarta Timur disebabkan berbagai macam faktor.
Bahwa menurut pandangan mayoritas Habaib dikelurahan Makasar Kecamatan makasar bahwa seorang syarifah dilarang menikah dengan laki-laki non Sayyid karena dianggap tidak sekufu dan bagi mereka keturunan Rasulullah SAW terdapat perbedaan derajat keutamaan dan kemuliaan yang tidak dimiliki oleh orang lain yang bukan keturunan Rasulullah SAW. Oleh karena itu masalah kafa'ah terutama dalam hal nasab sangat diperhatikan oleh para habaib dikelurahan makasar. Dalam penerapannya jika seorang syarifah menikah dengan laki-laki non Sayyid, maka anak dari keturunan mereka nasabnya tidak dapat dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi para Sayyid, mereka berhak menikah dengan siapapun dan nasab dari anak-anaknya masih tetap bisa dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, sebab, nasab seorang anak itu dinisbatkan kepada nasab ayahnya.
Yang melatar belakangi keluarga Alawiyyin harus menikah dengan sesama Alawiyyin adalah untuk menjaga kemuliaan nasab mereka dengan tetap menjaga kafu'ah dalam kemuliaan nasab yang mereka miliki.
Larangan pemikahan yang disebabkan oleh adanya kafa'ah, secara hukum islam dan hukum positif hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena didalam pernikahan status kafa'ah bukan sebagai syarat sah pernikahan dan hanya sebagai sesuatu hal yang dipertimbangkan, artinya baik kafa'ah itu ada atau tidak, maka pernikahan akan tetap bisa dilaksanakan dan hukumnya sah, dengan syarat wali dan wanita tersebut ridha dengan pernikahannya, tetapi kafa'ah bisa berubah status hukumnya menjadi syarat sah pernikahan dan bisa menimbulkan adanya pelarangan pernikahan ketika tidak ada ridha dari wali atau dari wanitanya. Jika
terjadi pernikahan yang tidak sekufu kemudian wali atau wanitanya tidak ridha dengan pernikahan tersebut, maka pernikahan tersebut hukumnya batal atau tidak sah dan boleh untuk difasakh. Jadi syarifah boleh menikah dengan laki-laki non Sayyid dengan syarat walinya dan wanita Syarifah tersebut ridha.
70/HK/2020 | 70/HK/2020 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
Fakultas Syariah UIN Jakarta :
Jakarta.,
2020
Deskripsi Fisik
vi, 68 hal, 29cm
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain