Perbedaan Putusan Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Pada Mahkamah Agung Dalam Perspektif Ham, Gender Dan Maslahah Mursalah
yang belum mumayiz hak asuhnya diberikan kepada ibunya, akan
tetapi pada realitanya ada beberapa putusan yang menjatuhkan hadanah
tersebut kepada ayahnya. Masalah-masalah tersebut dipicu oleh putusanputusan
yang dirasa kurang fair sehingga terjadilah disparitas antara satu
atau lebih perkara yang relatif sama baik disparitas prosesnya, disparitas
penafsiran hukumnya dan disparitas putusannya, maupun disparitas
secara vertikal maupun horizontal.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Pendekatan yang
dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Sedangkan jenis
penelitiannya adalah campuran antara kualitatif dan kuantitatif dengan
metode penelitian deskriptif analisis. Sumber data yang digunakan adalah
sumber data primer yaitu Putusan Mahkamah Agung dari tahun 2014-
2018 terkait hadanah anak yang belum mumayiz, sedangkan sumber data
sekunder meliputi hasil-hasil penelitian, pendapat pakar hukum, jurnaljurnal,
dll yang berkaitan dengan hadanah.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: pertama, Ada dua
tipikal ijtihad hakim dalam mahkamah agung terkait hadanah. Yang
pertama adalah hakim yang bermazhab positivism hukum dan yang kedua
yaitu hakim yang bermazhab progresif. Kedua, adanya disparitas putusan
dalam mahkamah agung terkait masalah hadanah disebabkan karena
perbedaan penafsiran pada hakim tingkat pertama, kedua dan kasasi.
Hakim tingkat pertama dan kedua cenderung hanya memakai sumber
hukum undang-undang saja dalam menafsirkan perkara, sedangkan pada
hakim tingkat kasasi, selain menggunakan hukum tertulis mereka juga
menggunakan sumber hukum lainnya seperti kitab-kitab fikih dan
mempertimbangkan aspek lain untuk kemaslahatan anak. Ketiga, adanya
aspek HAM, Gender, dan Maslahah Mursalah dalam analisis masalah
hadanah ini sebenarnya memperkuat aturan undang-undang bahwasannya
anak yang belum mumayiz hak asuhnya diberikan kepada Ibunya selama
ibunya tidak cacat hukum atau menyalahi aturan sebagai hâdhin. Karena
apabila hak asuh tersebut diberikan kepada ayahnya, maka akan terjadi ketimpangan gender dikarenakan ayah tersebut akan menerima double job yaitu sebagai pemburu dan peramu dalam rumah tangga.
13/HK/2021 | 13/HK/2021 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
Fakultas Syariah UIN Jakarta :
Jakarta.,
2021
Deskripsi Fisik
xx, 190 hal, 29cm
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain