Hiperseksual Sebagai Dalih Untuk Berpoligami Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Putusan Nomor 1103/Pdt.G/2020/PA.JU)
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisa pertimbangan hakim dalam permohonan izin poligami pada putusan nomor 1103/Pdt.G/2020/PA.JU dan pertimbangan hakim ditinjau dari perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif.
Jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu jenis penelitian hukum normatif. Sumber data diperoleh dari putusan Pengadilan Agama Jakarta Utara. Pendekatan yang penulis gunakan yaitu pendekatan studi kasus dan perbandingan hukum, teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Metode menganalisanya menggunakan metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian putusan nomor 1103/Pdt.G/2020/PA.JU yang menyatakan Termohon merasa puas dan dapat melayani kebutuhan biologis Pemohon, namun Pemohon merasa tidak tercukupi kebutuhan biologisnya dari Termohon, dan untuk menghindari hal-hal yang menyimpang dari norma agama maka dari itu Pemohon mengajukan permohonan poligami. Kemudian majelis hakim memutus perkara ini menekankan pada pasal 4 ayat 2 point (a) undang-undang perkawinan no 1 tahun 1974, yaitu Termohon tidak bisa melayani dan memberikan kepuasan sepenuhnya dalam melakukan hubungan suami istri dengan Pemohon
Dalam Islam tidak diatur syarat-syarat yang spesifik mengenai suami yang ingin berpoligami, Muhammad Abduh menyatakan bahwa poligami mengandung kemafsadatan, poligami dapat diperbolehkan jika situasi dan kondisinya sudah sedemikian darurat, namun tetap harus dilakukan dengan berdasarkan prinsip keadilan. Bila merenungkan dua ayat yakni Qs An-Nisa (4) ayat 3 & 129, maka ia akan mengetahui bahwa ruang kebolehan poligami di dalam Islam merupakan ruang sempit seperti suatu pintu darurat yang hanya diperbolehkan bagi yang membutuhkan dengan menegakkan keadilan dan tidak akan mungkin berbuat kedzaliman.
Sedangkan dalam hukum positif telah diuraikan syarat-syarat yang dapat dijadikan alasan untuk suami mengajukan poligami, yaitu syarat alternatif dan syarat kumulatif. Syarat alternatifnya sebagai berikut: istri tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri tidak dapat melahirkan keturunan. Dan syarat kumulatifnya sebagai berikut: adanya persetujuan dari istri / istri-istri, adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka, adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
9/HK/2022 | 9/HK/2022 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
Fakultas Syariah UIN Jakarta :
Jakarta.,
2022
Deskripsi Fisik
xii, 67 hal, 29cm
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain