Selamat datang di
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ketik kata kunci dan enter

Perkawinan Sirri Perempuan Sebelum Putusan Perceraian (Studi Pandangan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan)

No image available for this title
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana kedudukan pernikahan sirri perempuan yang dilakukan sebelum putusan perceraian dampak serta faktor pendorongnya menurut para hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan empiris. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan 4 orang hakim yang secara langsung menangani kasus serupa, serta mengkaji artikel maupun jurnal yang berkaitan dengan judul yang dibahas. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan yaitu kedudukan perkawinan sirri perempuan yang dilakukan sebelum putusan perceraian merupakan perkawinan yang tidak sah bahkan menjadi pernikahan yang diharamkan karena termasuk dalam perbuatan zina yang dilarang dalam hukum islam maupun positif, Adapun faktor pendorong menurut para hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Pertama, Faktor kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat bahwasannya pernikahan sirri yang dilakukan sebelum putusan perceraian bisa menjadi pernikahan yang diharamkan dan menjadi perbuatan zina. Kedua, faktor kurangnya kesadaran hukum dalam masyarakat, yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan hukum. Ketiga, faktor banyaknya tokoh informal yang menikahkan diluar pengadilan, walaupun rukun dan syarat nikah yang tidak terpenuhi. Adapun dampak dari perkawinan sirri yang dilakukan sebelum putusan perceraian Pertama, Tidak ada kepastian maupun perlindungan hukum terhadap pernikahannya dan anaknya, Anak hasil berzina tidak berhubungan secara nasab atau kewarisan dengan pria yang menzinai ibu anak tersebut. guna melindungi hak dasar anak hasil berzina melalui Fatwa No. 11/2012, MUI menyebut bila pemerintah berkewenangan dalam memberikan sanksi/hukuman ta’zir kepada pria pezina yang menyebabkan kelahiran anak dengan memberi kewajiban agar memenuhi segala kebutuhan anak itu dan memberi harta sesudah pria itu meninggal dengan menyerahkan wasiat wajibah. Kedua, Tidak adanya perlindungan hukum jika suami tidak memenuhi hak perempuan pasca perceraian seperti nafkah iddah, mut’ah, selama masa iddah serta nafkah hadhanah jika istri tidak dalam keadaaan nusyuz. Pada Pasal 41 huruf (d) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.
Ketersediaan
8/HK/20238/HK/2023Perpustakaan FSH Lantai 4Tersedia
Informasi Detil
Judul Seri

-

No. Panggil

8/HK/2023

Penerbit

Fakultas Syariah UIN Jakarta : Jakarta.,

Deskripsi Fisik

xv, 85 hal, 29cm

Bahasa

ISBN/ISSN

-

Klasifikasi

8/HK/2023

Informasi Detil
Tipe Isi

-

Tipe Media

-

Tipe Pembawa

-

Edisi

-

Subyek

-

Info Detil Spesifik

-

Pernyataan Tanggungjawab
Tidak tersedia versi lain

Share :


Chat Pustakawan