Pernikahan Anak Hasil Zina Dengan Ayah Biologisnya (Studi Komparasi Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i)
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisa pendapat mazhab hanafi dan mazhab syafi’i tentang hukum pernikahan anak hasil zina dengan ayah biologisnya. Selain itu untuk mengetahui alasan keduanya atas hukum pernikahan anak hasil zina dengan ayah biologisnya.
Skripsi ini meggunakan metode penelitian Normatif dengan pendekatan Ilmu Perbandingan Hukum. Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah Al-Quran, hadits, kitab, atau data pokok penulisan yang diambil dari kitab 4 mazhab dan buku lainnya. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah data yang mendukung sumber data dokumen-dokumen resmi.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa menurut pandangan mazhab Hanafi, anak yang lahir di luar nikah atau di luar perkawinan yang sah merupakan makhluqoh (anak yang diciptakan) dari air mani ayah biologisnya, dan diharamkan atas ayahnya untuk menikahi anak zinanya. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i anak zina atau anak yang lahir di luar pernikahan yang sah merupakan ajnabiyyah (orang asing) yang sama sekali dinasabkan dan tidak mempunyai hak terhadap ayah biologisnya, dan dihalalkan atas ayah biologis menikahi anak zinanya apabila ia perempuan.
Metode istinbath yang dipakai keduanya adalah berdasarkan pada firman Allah surah an-Nisa’ ayat 22 dan 23 namun keduanya memiliki perbedaan dalam mengartikan kata an-Nikah dalam surah an-Nisa’ ayat 22 dan kata banatukum dalam surah an-Nisa’ ayat 23. Mazhab Hanafi mengartikannya dengan arti secara bahasa atau secara hakekat atau disebut juga secara umum, yang berarti setubuh dalam arti luas tanpa adanya perbedaan antara setubuh halal dan setubuh haram. Sedangkan mazhab Syafi’i mengartikan kata an-nikah dalam surah an-Nisa’ ayat 22 itu hanyalah untuk ikatan pernikahan yang sah secara syari’at.
Kemudian dari kata banatukum dalam surah an-Nisa’ ayat 23, mazhab Hanafi berpendapat bahwa kata Banatukum dalam surah An-Nisa’: 23 sudah mencakup anak zina karena anak zina juga merupakan “anak” dari ayahnya. Sedangkan mazhab Syafi’i mengatakan bahwa banatukum pada ayat itu tidak termasuk anak zina didalamnya karena suatu yang haram tidak bisa memberi dampak hukum atas sesuatu yang halal seperti pernikahan.
41/HK/2023 | 41/HK/2023 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
Fakultas Syariah UIN Jakarta :
Jakarta.,
2023
Deskripsi Fisik
xiii, 61 hal, 29cm
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain