Selamat datang di
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan, dan merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan hukum empriris. Kriteria data yang digunakan berupa data primer, sekunder, dan tersier. Data primer yang didapatkan dari hasil wawancara beberapa tokoh diantaranya, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pellaku perkawinan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah obsevasi, wawancara, dan studi pustaka.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa praktik belis pada masyarakat Kedang diawali dengan proses Bineng Maing yang bertujuan untuk mempertemukan kedua keluarga. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses A Wayaq sebagai tanda dibukanya ritual pembelisan, kemudian pihak perempuan akan menentukan jumlah belis yang diminta. jika kedua belah pihak telah sepakat mengenai jumlah belis maka, belis tersebut akan diserahkan kepada kepala suku untuk memulai pengukuran belis. Pandangan masyarakat Kedang terhadap tradisi belis. Bahwasanya, belis merupakan sebuah bentuk kesungguhan seorang laki-laki di samping itu juga sebagai bentuk penghormatan terhadap harkat dan martabat seorang perempuan. Tolak ukur nilai belis dipengaruhi oleh, tingkat pendidikan, orang tua yang menghendaki, dan status sosial dalam masyarakat. Ketetapan adat ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Karena, dalam Islam tidak ada batasan maksimal dan minimal terkait jumlah mahar, dan tidak terdapat larangan menetapkan jumlah mahar dalam angka yang tinggi. Dalam fikih dijelaskan bahwa adat itu dapat dijadikan sebagai pijakan hukum. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada pemisahan antara budaya dan agama, karena tradisi lokal dapat terintegrasi dengan nilai atau semangat yang terkandung dalam Islam.

95/HK/2023

95/HK/2023

Perpustakaan FSH Lantai 4

Tersedia

Share :