Problematika Regulasi Pinjam Meminjam Secara Online Berbasis Syariah Di Indonesia (Fintech P2P Lending Syariah)
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui beberapa problematika regulasi pinjam meminjam online berbasis syariah di Indonesia (fintech peer to peer lending syariah). Secara khusus, skripsi ini mencoba mendalami permasalahan-permasalahan apa saja yang terdapat dalam regulasi fintech syariah, khususnya dalam POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Di samping itu, skripsi ini juga mencoba mengupas urgensi apa saja yang melatarbelakangi pembntukan regulasi fintech syariah serta menggagas beberapa materi muatan yang perlu dimasukan kedalam regulasi khusus fintech syariah.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach). Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa studi pustaka. Melalui studi pustaka, peneliti mengumpulkan dokumen dan data untuk diolah menggunakan metode analisis isi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa problematika dalam aturan fintech peer to peer lending syariah di Indonesia, yakni Pertama, POJK Nomor: 77/POJK.01/2016 tersebut lebih berkonotasi ke arah fintech konvensional, karena aturan tersebut masih general dan justru berdampak pada kerancuan pemisahan antara fintech syariah dan fintech konvensional, Kedua, muncul ketidakpastian hukum karena fintech syariah saat ini harus tunduk pada Peraturan OJK Nomor: 77/POJK.01/2016, dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (Fatwa DSN-MUI) Nomor: 117/DSN-MUI/II/2018. Padahal sejatinya Fatwa MUI tidak termasuk ke dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ketiga, peraturan fintech syariah di Indonesia juga dinilai bermasalah karena belum mengatur perihal aspek pengawasan syariah atau kepatuhan syariah, padahal aspek pengawasan erat kaitannya dengan perlindungan konsumen yang harus dijunjung tinggi dalam segala proses yang melibatkan masyarakat sebagai konsumen. Dan Keempat, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 juga tidak secara tegas mengatur mengenai mekanisme penyelesaian sengketa dan sanksi pidana sebagai upaya preventif dan represif untuk penyelenggara fintech. Di samping itu, terdapat beberapa urgensi untuk menciptakan regulasi khusus fintech syariah di Indonesia, yakni urgensi dari sisi ekonomi, urgensi dari sisi hukum, dan urgensi dari sisi politik dan sosial. Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu untuk dimasukan dalam regulasi khusus fintech syariah, yakni. Pertama, memperjelas sisi peristilahan yang berkaitan dengan fintech syariah. Kedua, Asas, tujuan dan fungsi. Ketiga, Bentuk Badan Hukum, Kepemilikan, dan permodalan. Keempat, Jenis dan kegiatan usaha. Kelima, Perizinan. Keenam, Perjanjian atau Dokumen elektronik. Ketujuh, Tata Kelola, Prinsip Kehati-hatian dan pengelolaan resiko fintech syariah. Kedelapan, Pengawasan Kesyariahan, dan terakhir, Aspek penyelesaian sengketa.
37/HES/2020 | 37/HES/2020 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
Fakultas Syariah UIN Jakarta :
Jakarta.,
2020
Deskripsi Fisik
xi, 63 hal, 29cm
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain