INKONSISTENSI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI RI TERKAIT
PERGESERAN DELIK KORUPSI
(Studi Kasus: Perbedaan Amar Ptutusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 dan
Putusan MK Nomor 003/PUU-IV/2006 perihal tidak mengikatnya frasa
“dapat” pada Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)
Masalah utama dalam penelitian ini adalah adanya inkonsistensi Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 dengan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2016 khususnya mengenai tidak mengikatnya
frasa “dapat” pada Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan
sumber bahan-bahan hukum primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan
studi kepustakaan melalui pendekatan perundang-undangan, pendekatan historis
dan pendekatan kasus.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah inkonsistensi pada kedua Putusan
Mahkamah Konstitusi a quo menggeser kualifikasi delik tindak pidana korupsi
yang semula formil-materil menjadi delik materil, sehingga kerugian keuangan
negara atau perkenomian negara harus dibuktikan secara nyata jumlahnya
sebelum menetapkan status tersangka kepada pelaku tindak pidana korupsi. Hal
ini menyulitkan proses pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
24/PMH/2018 | 24/PMH/2018 | Perpustakaan FSH Lantai 4 | Tersedia |
Penerbit
FAK Syariah dan Hukum UIN Jakarta :
UIN Jakarta.,
2018
Deskripsi Fisik
viii, 71 Hal
Pernyataan Tanggungjawab
-
Tidak tersedia versi lain